Minggu, 03 November 2013

SERIGALA DAN MONYET




Di sebuah hutan belantara, hiduplah  seekor serigala yang sedang hamil tua. Pada saat ia berjalan menyusuri hutan mencari mangsa, tiba-tiba terdengar bayi yang sedang menangis di sela-sela semak belukar. Ketika serigala itu menghampiri, ternyata seekor anak monyet  yang masih bayi tergolek sendirian tanpa diketahui kemana dan siapa induknya.
Serigala iba melihatnya. Karena iapun merasa penat dan terasa akan melahirkan, maka ia memutuskan untuk istirahat di situ, sampai akhirnya ia melahirkan 2 ekor bayi. Meskipun demikian, induk serigala tidak ingin meninggalkan anak monyet tersebut sendirian. Maka ia berniat mengurus 3 anak, di antaranya 1 anak monyet, dan lagi anaknya. Dengan penuh kasih, induk serigala tersebut mengasuh dan menyusi ketiganya. Anehnya anak monyet tidak segan-segan menyusu ke induk serigala.
Semakin lama ketiga anak tersebut semakin besar dan mulai bisa berjalan, tetapi anak monyet itu masih merasa bahwa induk serigala adalah ibunya. Setelah mereka mulai bisa makan, barulah terasa ada perbedaan diantara mereka. Anak monyet gemar memakan buah-buahan. Dengan mudahnya ia mamanjat pepohonan yang ada di hutan itu untuk memetik buahnya. Berbeda dengan anak-anak serigala. Mereka lebih suka memakan daging dan kerap kali induk serigala membawa mangsanya untuk diberikan kepada anak-anaknya. Setelah anak-anak serigala itu dapat mencari makanannya sendiri, barulah induk serigala melepasnya.
Ketika mereka semakin dewasa, anak-anak serigala dan monyet pun akhirnya mulai mandiri. Mereka bertiga bermain, mencari mangsa dan tidur bersama. Dalam perjalan mencari mangsa yang jauh, tanpa disadari satu dari anak serigala itu terpisah dari mereka dan hilang entah kemana, sehingga mereka tinggal berdua menyusuri hutan belantara. Tiba-tiba mereka mendengar lolongan serigala yang minta tolong, suaranya syup-sayup terdengar amat jauh. Keduanya baru mengetahui bahwa satu diantaranya tidak ada. Mereka berpikir bagaimana caranya menemukan anak serigala yang hilang itu.
Karena anak monyet bisa memanjat, di mencarinya sambil bergelantung di atas pohon. Anak serigala yang satu berlari mengikuti monyet dari bawah. Sangat sulit menembus hutan belantara yang lebat itu. Lolongan serigala itu pun tiada henti dan semakin lama terdengar semakin dekat. Anak serigala mulai mengendus-endus dengan penciumannya yang tajam. Akhirnya, karena kecerdikannya, mereka berhasil menemukan tempat dimana anak serigala itu berada. Ternyata ia tercebur ke dalam sumur perangkap yang dibuat para pemburu.

Untuk menolong saudaranya, monyet membuat tali yang terbuat dari kulit pohon yang ada di sekitar tempat itu. Dimasukkannya tali tersebut kedalam sumur. Sementara anak serigala yang satu menggigit ujung tali tersebut dengan giginya yang sangat kuat dari atas, anak monyet masuk ke dalam sumur. Setelah sampai dibawah, monyet merasa iba melihat keadaan anak serigala yang lemas tak berdaya. “Kasihan sekali engkau, sudah dua hari lamanya kita berpisah, dan pasti kau tidak makan apapun selama itu.” Akhirnya mereka berhasil menarik anak serigala itu dari dalam sumur. Anak serigala yang satu terharu melihat keadaan saudaranya lemas hamper tanpa daya.
Dengan cepat monyet memanjat pohon unyuk mencari minum untuk saudaranya itu. Tidak beberapa lama setelah itu, sang anak serigala pun dengan perlahan kembali segar. Keduanya amat berterima-kasih kepada monyet karena telah menyelamatkannya. Mereka pun bersepakat untuk pulang ke sarang menemui induk serigala.
Sesampai di sarang, mereka mendapati induk serigala sedang berjalan kesana-kemari dengan gelisah. Begitu melihat ketiga anaknya, ia pun berseru, “Anak-anakku, kemana saja kalian selama ini? Aku mencari kalian kemana-mana, bahkan aku berpikir bahwa kalian habis di mangsa singa atau di makan oleh pemburu.”




 


Kedua anak serigala itu pun akhirnya menceritakan semua peristiwa yang baru saja mereka alami. Induk serigala merasa terharu dan amat berterimakasih kepada anak monyet. Ia juga tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Tuhan karena mereka semua dapat bertemu kembali. Setelah keadaan tenang, induk serigala berkata kepada anak-anaknya, “Anak-anakku, sekarang aku sudah mulai tua, tidak kuat lagi mencari mangsa terlalu jauh. Karena itu, jika kalian berburu, jangan terlalu lama. Cepat kembali ke sarang iani untuk melihatku.” Tanpa diminta anak monyet berkata, “Aku, akulah yang akan menemanimu, ibu. Bagiku mencari makan tidak harus jauh, di sekitar sini buah-buahhan dan daun-daun muda masih cukup banyak. Biarlah anak-anak ibu yang lain pergi jauh mencari mangsa, nanti aku akan memberitahukan keadaanmu pada mereka.”

 Mendengar apa yang dikatakan monyet padanya, maka tenanglah induk serigala. Ia bisa menikmati hari tuanya di temani ole monyet dan kedua anaknya. Mereka bisa saling berbagi disaat suka maupun duka. Monyet pun merasa puas dengan keadaan ini. Ia bersyukur di berikan kesempatan oleh Tuhan untuk membalas kebaikan serigala


JAJAN SEMBARANGAN




 Pada suatu hari lula dan ibunya pergi ke pasar untuk membeli sayuran. Tiba-tiba terdengar suara”tung,tung,tung” Ternyata ada penjual es krim, lula ingin sekali es krim itu tetapi ibu nya tidak memboleh kan nya.
Setelah pulang dari pasar, ibunya memesan kepada lula untuk di sekolahan tidak membeli jajan sembarangan.
Pada pagi hari yang sangat cerah, terdengar suara “teeeeet,teeet,teeet” bertanda istirahat, pada saat itu lula bersama teman-teman nya pergi ke kantin untuk membeli jajan. Ternyata kantin itu menjual es krim, lula ingin sekali membelinya.
Akhirnya lula juga membeli es krim itu, dia tak peduli pesan ibunya. lula sangat senang karna bisa makan es krim “wah, es krim ini enak dan segar” kata lula.
Sesampai di rumah perut lula sakit. ibunya langsung membawa lula ke dokter.
sampai di rumah ibunya langsung bertanya kepada lula “lula tadi kamu minum es kan?” tanya ibunya “iya” jawab lula
Ini kan akibat nya kalau kamu tidak mendengarkan pesan ibu, jadinya kamu sakit sepeti ini. Akhirnya lula pun mendengarkan pesan ibunya.

Minggu, 27 Oktober 2013

ANAK KUCING YANG TERLUPAKAN


Di sebuah perumahan, hiduplah seekor kucing berwarna hitam. Nama kucing itu Molly. Ia tinggal di rumah keluarga Jones. Molly selalu memburu dan memakan tikus-tikus yang suka mencuri makanan di dapur keluarga Jones.
Molly memang seekor kucing yang lucu dan menggemaskan. Matanya berwarna hijau dan kumisnya panjang berwarna putih. Ia suka mendengkur dan sangat senang bila tubuhnya dibelai.
Namun, tidak seorang pun di keluarga Jones suka membelai Molly. Kedua anak di keluarga Jones kurang menyukai binatang, sedang nyonya Jones sering membentak Molly jika ia mengeong waktu nyonya Jones sedang memasak ikan.
Di samping rumah keluarga Jones, hiduplah seorang anak bernama Billy. Billy adalah anak yang baik dan sangat menyayangi binatang. Karena itu ia juga sangat menyayangi Molly. Setiap sore Molly melompat dari pagar keluarga Jones untuk mencari Billy dan minta dibelai. “Alangkah senangnya aku jika Molly ini kucingku,” kata Billy kepada ibunya. “Aku ingin memelihara kucing juga, bu!” Tetapi ibu Billy tidak ingin memelihara binatang di rumahnya, walaupun sebenarnya ia juga suka kepada Molly.
Pada suatu hari kuarga Jones pergi ke luar kota. Saat hendak berangkat, anak-anak keluarga Jones berpamitan kepada Billy. Rupanya mereka hendak pergi berlibur selama sebulan.
Setelah memasukkan semua barang ke dalam taksi, keluarga Jones berangkat. “Molly pasti diajak juga,” pikir Billy. Namun ia keliru. Ia sangat terkejut saat melihat Molly masih ada di halaman rumah keluarga Jones. Billy lalu menceritakan hal itu kepada ibunya. “Pasti ada orang yang diberi tugas untuk merawat dan memberi makan Molly setiap hari,” kata ibu Billy.
Molly bertanya-tanya ke mana tuannya pergi. Setelah lama menunggu ia menggaruk-garuk pintu dapur dengan cakarnya berharap dibukakan pintu. Tetapi tampaknya tidak ada orang di dalam rumah. Molly lalu memeriksa kalau-kalau ada jendela yang terbuka sehingga ia bisa masuk, tapi ternyata semua jendela terkunci rapat.
Molly merasa kesepian. Tetapi ia berharap tuannya akan pulang nanti sore.
Tetapi setelah lama menunggu tuannya tidak juga pulang. Molly mulai merasa kelaparan. Ia juga kedinginan karena harus tidur di luar. Walaupun bersembunyi di dalam semak-semak, ia tetap basah karena kehujanan. Molly mulai sakit.
Dua hari telah berlalu. Karena kelaparan Molly memakan tulang kering yang ditemukannya dan juga daun-daun kering yang ada disekitar rumah. Penyakitnya juga semakin parah. Ia bersin-bersin dan lemas.
Pada hari keempat Molly sudah menjadi sangat kurus. Ia bahkan hampir tidak bisa berjalan karena sangat lemah. Ia lalu teringat kepada Billy, anak yang tinggal di rumah sebelah. Siapa tahu Billy bisa memberinya makanan.
Ia lalu berjalan pelan menuju rumah Billy. Saat melihat Molly, Billy hampir tidak mengenalinya lagi. “Astaga!, kaukah itu Molly?” seru Billy terkejut. Ia berlutut dan membelai Molly. “Oh kasihan, kau sangat kurus, pasti kau kelaparan. Apakah tidak ada orang yang diberi tugas untuk memberimu makan?”
Billy segera mengambilkan ikan dan susu untuk Molly. “Oh kasihan,” kata ibu Billy. Untuk sementara biar saja ia tidur di dapur kita.”
Molly sangat senang. Setelah makan dengan lahap, ia lalu tidur dengan nyenyak di dapur ibu Billy. Billy bahkan memberinya tempat tidur dari kotak kayu. Billy juga membersihkan badannya yang kotor karena beberapa hari tidur di semak-semak.
Malamnya, Molly benar-benar terkejut. Ternyata dapur ibu Billy banyak sekali tikusnya. Maka ia pun menangkap tikus-tikus itu, karena ia ingin membalas kebaikan Billy dan ibunya.
Keesokan harinya ibu Billy terkejut karena melihat banyak sekali tikus yang telah ditangkap oleh Molly. Ibu Billy sangat senang. Molly pun menjadi semakin disayang di keluarga itu.
Sebulan kemudian, keluarga Jones pulang dari berlibur. Dengan berat hari Billy mengantar Molly pulang ke rumah keluarga Jones. Tapi, setiap diantar pulang, Molly selalu melarikan diri dan kembali ke rumah Billy. Molly tahu bahwa Billy dan ibunya sangat menyayanginya, tidak seperti keluarga Jones yang tega menelantarkannya.
Karena keluarga Jones tidak terlalu memperdulikan Molly akhirnya mereka pun memberikan kucing itu kepada Billy.
Akhirnya Molly pun tinggal bersama Billy dan ibunya. Ia sangat bahagia karena selalu disayang dan dibelai. Ibu Billy pun senang karena dapurnya menjadi bebas dari gangguan tikus.

Jumat, 25 Oktober 2013

POHON OAK DAN RUMPUT ALANG - ALANG





Pohon Oak tumbang tertiup angin badai
Sebuah pohon Oak yang sangat besar tumbuh di tepi sungai di mana di sekitarnya tumbuh juga rumput Alang-alang yang kurus. Ketika angin bertiup, Pohon Oak akan berdiri dengan gagah menantang angin dengan ratusan cabang-cabangnya yang mengarah ke langit. Di mana saat itu, Alang-alang akan membungkukkan tubuhnya rendah-rendah dan merunduk saat tertiup angin.
"Kamu pantas untuk mengeluh," kata pohon Oak. "Hanya sedikit saja tiupan angin, sudah cukup untuk menundukkan kepalamu, sedangkan Saya, Oak yang perkasa, berdiri tegak dan kokoh tak tergoyahkan."
"Jangan khawatir terhadap kami," balas sang Alang-alang. "Angin tidak akan dapat menyakiti kami. Kami menunduk agar tidak patah. Sedangkan kamu, dengan segala kebanggaan dan kekuatan, sejauh ini masih mampu menahan tiupannya. Tetapi suatu saat, semua ini akan berakhir."
Saat sang Alang-alang selesai berbicara, datanglah sebuah angin badai dari timur. Pohon Oak berdiri dengan gagahnya dan menahan badai tersebut, sementara Alang-alang sebaliknya merunduk lebih rendah. Angin yang bertiup menjadi bertambah kencang dan saat itulah pohon Oak yang perkasa tumbang, tercabut dari akar-akarnya dan terbaring di antara Alang-alang.
Ada saatnya merunduk dan mengalah daripada keras kepala dan akhirnya hancur.

SINGA TUA DAN RUBAH


Sang Rubah menjadi waspada saat melihat jejak kaki di sarang singa tuaSeekor singa tua yang gigi dan cakarnya telah banyak yang rusak sehingga menyulitkan dia untuk mendapatkan makanan, berpura-pura sakit. Dia memberi tahu semua tetangga-tetangganya bahwa dia sekarang sakit keras. Sang Singa Tua itu lalu berbaring di sarangnya sambil menunggu pengunjung dan tamu yang akan menjenguknya. Dan saat pengunjung datang untuk menjenguknya, dia akan menerkam dan memangsa mereka satu persatu.
Suatu saat, datanglah seekor rubah, tetapi rubah tersebut sangat hati-hati dan menjaga jarak dengan sang Singa Tua. Sang Rubah lalu menanyakan dengan sopan bagaimana kondisi kesehatan sang Singa. Sang Singa lalu menjawab bahwa dia sangat sakit dan meminta agar sang Rubah mendekat untuk melihatnya. Tetapi sang Rubah dengan bijaksana tetap berdiri di tempatnya dan berterima kasih atas undangan sang Singa.
"Saya seharusnya senang diundang masuk oleh anda," katanya lagi, "tetapi saya melihat banyak sekali jejak kaki yang mengarah masuk menuju sarang anda dan saya tidak melihat jejak kaki yang mengarah ke luar, coba jelaskan pada saya, apakah tamu yang masuk ke sarang anda bisa menemukan jalan keluar lagi?"
Kesialan orang lain seharusnya membuat kita lebih waspada dan lebih berhati-hati.

RAJA BERDAGU LANCIP

Ada seorang raja yang memiliki putri yang sangat cantik tetapi sombong dan angkuh sehingga tidak satu pun pria yang dianggapnya sesuai dengan sang Putri. Selain menolak, sang Putri sering mengolok-olok mereka.
Pada suatu ketika, sang Raja mengadakan pesta besar dan mengundang semua Raja dan pemuda bangsawan yang belum menikah untuk hadir di pestanya. Saat pesta, mereka yang datang diatur untuk duduk sesuai dengan kedudukan dan pangkatnya.
Pertama adalah barisan raja, lalu pangeran, lalu bangsawan-bangsawan. Sang Putri lalu dihadirkan untuk diperkenalkan kepada Raja-raja dan pemuda bangsawan tersebut. Saat sang Raja dan Bangsawan dihadapkan kepada Sang Putri, sang Putri mengolok-olok mereka dan memberi julukan yang jelek-jelek pada setiap orang yang hadir.
Salah seorang pemuda yang gemuk, dijuluki "si Gendut" oleh sang Putri, pemuda yang terlalu tinggi dijuluki "Tiang". Untuk pemuda yang ketiga dan terlalu pendek dibandingkan sang Putri, dikatakan "si Bongsor, tidak cocok tinggal di istana," ledek sang Putri.
Pemuda keempat yang terlalu putih diolok dengan julukan "Muka Pucat", dan semua pemuda yang hadir mendapatkan julukan yang aneh-aneh dari sang Putri, termasuk seorang raja yang sangat tinggi dan memiliki dagu lancip.
"Lihat," kata sang Putri sambil tertawa, "dia memiliki dagu lancip seperti paruh burung," ejeknya.
Sejak saat itu, raja tersebut disebut dengan julukan "Paruh Lancip". Ayah sang Putri yang sangat marah karena melihat putrinya mengolok-olok semua yang hadir, membatalkan perjamuan, dan bersumpah bahwa sang Putri akan dinikahkan dengan pengemis yang pertama masuk ke pintu istana.
Beberapa hari setelah itu, datanglah seorang pria miskin yang mencari nafkah dengan cara menyanyi atau mengamen, berdiri di bawah jendela istana dan menyanyi demi mendapatkan sedikit uang. Saat sang Raja mendengar nyanyiannya, Raja memanggilnya masuk ke istana. Si Miskin kemudian masuk ke istana dengan pakaiannya yang sangat kotor, menyanyi untuk Raja dan Putri Raja. Setelah selesai, si Miskin  meminta sedekah dari sang Raja. Sang Raja lalu berkata, "Lagu yang kamu nyanyikan, sungguh membuat saya senang, maukah kamu apabila saya  menikahkan kamu dengan putriku."
Si Miskin menjawab setuju untuk menikah dengan sang Putri.
Sang Putri menjadi sangat ketakutan, tetapi sang Raja berkata kembali, "Saya telah bersumpah untuk menikahkan kamu dengan pengemis yang pertama datang ke sini. Jadi, saya tidak akan mengubah sumpah saya!"
Tidak ada jalan lain, sang Putri akhirnya dinikahkan dengan si Miskin di depan pemuka agama. Setelah dinikahkan, sang Raja berkata, "Sekarang kamu telah menjadi istri dari seorang pengemis, kamu tidak saya perkenankan lagi untuk tinggal di istana, dan kamu harus ikut kemana pun suamimu pergi."
Sang Putri yang telah menikah dengan si Miskin, melakukan perjalan bersamaSi Miskin kemudian membawa sang Putri keluar dari istana dan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki hingga sampai di kerajaan lain. Di perjalanan, mereka menjumpai hutan yang sangat luas, dan sang Putri bertanya, "Oh, milik siapakah hutan ini, begitu lebat dan bagus?"
Si Miskin menjawab, "Ini adalah milik Raja Dagu Lancip, dan mungkin saja bisa menjadi milik kamu."
Sang Putri menangis, "Oh, betapa bodohnya saya, seandainya saya menerima lamaran dari Raja Dagu Lancip!"
Mereka kemudian berjalan kembali hingga menjumpai padang rumput yang luas, "Oh, milik siapakah padang rumput ini, begitu hijau dan indah?"
Si Miskin menjawab, "Ini adalah milik Raja Dagu Lancip, dan mungkin saja bisa menjadi milik kamu."
Sang Putri menangis, "Oh, betapa bodohnya saya, seandainya saya menerima lamaran dari Raja Dagu Lancip!"
Lalu si Miskin berkata, "Saya kecewa mendengar kamu berharap untuk menjadi istri orang lain, apakah saya tidak cukup baik untuk kamu?"
Saat mereka tiba di sebuah gubuk yang kecil, sang Putri bertanya, "Oh! kasihan! Milik siapakah gubuk kecil yang saya lihat di sini?"
Si Miskin menjawab, "Ini adalah rumahku dan juga sekarang rumahmu."
Sang Putri berhenti sebelum masuk ke gubuk kecil itu dan bertanya, "Di manakah para pelayan?"
"Pelayan apa?" tanya si Miskin. "Kamu harus melakukan segala sesuatunya sendiri. Menyalakan api, mengambil air, dan memasakkan saya makanan. Saya sangat letih."
Sayangnya sang Putri tidak tahu bagaimana menyalakan api dan memasak, sehingga si Miskin harus membantu dan turun tangan sendiri. Setiap subuh, sang Putri dibangunkan oleh si Miskin untuk membersihkan gubuk. Untuk beberapa hari, mereka hidup berkecukupan hingga persediaan makanan mereka hampir habis.
"Istriku," kata si Miskin. "Kamu sebaiknya bekerja membuat keranjang agar kita mendapatkan penghasilan tambahan."
Untuk itu, si Miskin keluar gubuk untuk memotong daun-daun yang bisa dijadikan anyaman lalu membawanya pulang. Sang Putri kemudian merajutnya, tetapi daun-daun yang keras dan tajam melukai tangannya yang halus.
"Sekiranya hal ini tidak berjalan dengan baik," kata si Miskin. "Sebaiknya kamu mencoba untuk menenun."
Sang Putri pun duduk dan mencoba untuk menenun, tetapi benang yang tajam, mengiris tangannya yang halus hingga berdarah.
"Lihatlah sekarang!" seru si Miskin. "Kamu tidak mampu mengerjakan apapun. Coba saya lihat nanti, mungkin saya dapat menjual pot dan pecah-belah, kamu cukup duduk saja di pasar dan menawarkan barang tersebut ke orang yang lalu-lalang."
"Aduh!" pikir sang Putri. "Bagaimana seandainya saat saya berjualan di pasar, orang-orang yang berasal dari kerajaan ayah saya akan mengenali saya dan saya akan diperolok oleh mereka?"
Tetapi tidak ada jalan selain cara itu, kalau tidak, mereka mungkin akan mati kelaparan. Hari pertama semua berjalan baik, orang-orang senang membeli jualannya karena sang Putri sangat cantik. Mereka membeli pot dan pecah-belahnya dengan harga berapa pun yang diberikan oleh sang Putri, sebagian malah memberikan dia uang tanpa mengambil pot pecah-belah yang telah dibeli.
Oleh sebab itu, si Miskin dan sang Putri dapat menghidupi diri mereka, bahkan si Miskin bisa menambah barang jualannya. Maka duduklah sang Putri di sudut pasar dengan barang dagangannya yang lebih banyak lagi. Suatu hari, seorang pengendara kuda yang mabuk, tanpa sengaja menabrak semua pot dan pecah-belah yang dijual oleh sang Putri hingga hancur berkeping-keping. Sang Putri tidak dapat berbuat apa-apa selain menangis.
"Aduh, apa yang akan terjadi pada saya," tangisnya. "Apa yang akan dikatakan oleh suami saya?"
Tidak lama setelah itu, sang Putri pun pulang terburu-buru untuk menceritakan nasib buruknya.
"Mengapa kamu menjual di sudut pasar? Saya sendiri tidak pernah mendengar orang yang menjual pecah-belah di sudut pasar!" kata si Miskin. "Berhentilah menangis. Saya lihat kamu tidak cocok mengerjakan pekerjaan biasa. Saya telah mencoba bertanya di istana kerajaan ini, siapa tahu mereka bisa menerima kamu bekerja sebagai pembantu di dapur, dan mereka tidak keberatan untuk menerima kamu. Kamu juga akan menerima makanan secara gratis di sana."
Lalu sang Putri pun bekerja menjadi pembantu di dapur, menjadi suruhan tukang masak dan melakukan pekerjaan yang berat. Di setiap saku bajunya, dia mengikat sebuah pot kecil, dan membawa pulang sisa-sisa makanan untuk dia dan suaminya.
Suatu hari, di istana diselenggarakan pernikahan untuk pangeran yang tertua. Sang Putri yang sudah hidup miskin, naik ke lantai atas dan berdiri di pintu untuk melihat pesta yang diselenggarakan secara besar-besaran. Saat lampu di mana pesta diadakan mulai dinyalakan dan tamu telah tiba, semua orang terlihat gagah dan cantik, sehingga sang Putri menjadi sedih dengan nasib yang dialaminya, menyesali semua keangkuhan dan kesombongan yang membuatnya jatuh miskin seperti sekarang.
Saat pelayan lewat sambil membawa piring-piring yang berisikan makanan yang lezat lalu-lalang di depannya, pelayan tersebut membagi sedikit makanan untuk sang Putri yang langsung diselipkan ke dalam sakunya, dengan rencana akan dibawa pulang untuk dimakan bersama suaminya.
Sang Pangeran sendiri lewat di didepannya dengan baju dan jubah sutranya, lengkap dengan perhiasan emas yang melingkari lehernya. Saat sang Pangeran melihat wanita cantik yang berdiri di pintu, sang Pangeran lalu memegang tangannya dan mengajak sang Putri untuk berdansa dengannya, tetapi sang Putri menolak bahkan menjadi gemetar saat melihat bahwa  pangeran tersebut sebenarnya adalah Raja Dagu Lancip yang pernah datang untuk meminang dirinya dan mendapatkan ejekan dari sang Putri.
Saat sang Putri berusaha melepaskan genggaman tangan sang Raja Dagu Lancip, tali yang mengikat pot pada sakunya terputus, dan pot yang tersimpan di sana menjadi pecah dan isinya berhamburan keluar. Saat orang melihat kejadian itu, semua tertawa terbahak-bahak. Sang Putri pun bergegas meninggalkan istana dengan perasaan malu, tetapi sebuah tangan menggenggam kembali tangannya. Saat sang Putri berbalik dan melihat ke belakang, dilihatnya Raja Dagu Lancip tengah menatap wajahnya dengan serius.
"Janganlah takut, saya sebenarnya adalah si Miskin yang tinggal bersama kamu di gubuk kecil itu. Demi cintaku kepadamu, saya menyamar jadi orang lain. Saya pulalah yang memecahkan pot jualanmu saat saya menyamar menjadi pengendara kuda yang mabuk. Saya melakukan semua ini untuk menundukkan hatimu yang angkuh, sekaligus menghukum tingkahmu yang tidak pantas.
Sang Putri pun menangis dan berkata, "Saya telah melakukan banyak kesalahan besar, dan saya tidak pantas menjadi istrimu."
Tetapi sang Raja Dagu Lancip berkata, "Beranikanlah dirimu, semua sifat-sifat burukmu telah hilang, mari kita hadiri pesta ini, karena pesta yang sekarang saya adakan sebenarnya adalah pesta pernikahan kita."
Lalu saat itu, datanglah pengiring pengantin yang memakaikannya gaun pengantin yang indah. Tidak lama kemudian, ayah sang Putri juga datang beserta seluruh bangsawan dari kerajaan ayahnya, mengucapkan selamat atas pesta pernikahannya dengan Raja Dagu Lancip. Mereka akhirnya pun hidup berbahagia selamanya.